Ada yang lucu dari negeri ini. BUMN energi kita, Pertamina, berdiri tegak sebagai raksasa yang tak tergoyahkan. Mau beli minyak? Harus lewat mereka dulu. SPBU swasta pun hanya bisa ikut antre di belakang, berharap pasokan datang tepat waktu. Kalau telat? Ya sudah, papan “BBM habis” yang bicara.
Ini bukan soal kita anti-monopoli. Tidak. Masyarakat sudah terbiasa hidup dengan satu pintu. Listrik PLN, telekomunikasi zaman dulu, bahkan tiket kereta sebelum ada swasta—semua pernah kita jalani. Tapi masalahnya selalu sama: kalau mau monopoli, tolong jangan setengah hati.
WC Masih Bayar, QRIS Masih Langka

Mari kita bicara hal-hal sederhana. WC gratis—apa susahnya? Di banyak negara, bahkan pom bensin kecil sekalipun punya toilet bersih yang bisa dipakai siapa saja. Di sini? Masih ada yang pungut bayaran.
Pembayaran digital? Katanya negeri ini sedang gencar QRIS, tapi coba cek, berapa banyak SPBU yang sudah benar-benar siap melayani? Masih sering dengar jawaban, “maaf, hanya tunai”.
Baca: Warganet Keluhkan SPBU Tak Layani “Cashless” di Bawah Rp 100 Ribu, Ini Penjelasan Pertamina
Belum lagi hal-hal kecil yang kadang bikin hati nyesek. Lap kaca mobil gratis—di tempat lain itu biasa. Di sini, kalau ada yang lap kaca, pasti sudah mikir duluan: “ujung-ujungnya minta tip.”
Rakyat Tidak Ribet, Rakyat Cuma Ingin Dilayani
Monopoli itu hak istimewa. Tapi hak itu datang dengan tanggung jawab: memberikan yang terbaik. Sayangnya, yang sering kita dapat bukan pelayanan, tapi antrean panjang dan wajah karyawan SPBU yang juga sudah letih menghadapi keluhan.
Padahal rakyat sederhana kok. Mereka tidak minta kursi pijat di ruang tunggu, tidak minta bonus voucher belanja. Mereka cuma ingin: isi bensin tanpa drama, bayar dengan mudah, buang hajat tanpa dompet, dan kalau bisa pulang dengan kaca mobil bersih.
Jadi, Pertamina Mau Jadi Apa?
Monopoli bisa jadi alat untuk menguatkan negara, bisa juga jadi cermin arogansi. Semua tergantung bagaimana layanannya ditaruh di depan publik.
Kalau monopoli hanya menghasilkan kelangkaan dan ketidaknyamanan, rakyat akan tetap menggerutu. Tapi kalau monopoli dipakai untuk meningkatkan standar—toilet gratis, QRIS di mana-mana, pelayanan ramah—rakyat akan dengan sukarela bilang: “terserah deh, monopoli aja sekalian. Asal kami nyaman.”
Bagaimana pengalamanmu? Pernah antre panjang di SPBU Pertamina? Pernah berharap ada QRIS tapi nihil? Ceritakan pengalamanmu, atau lebih jauh lagi, tulis refleksimu di Rayantara. Siapa tahu, suara kecilmu bisa jadi bahan bakar perubahan.
Baca juga artikel lainnya tentang issue ini: SPBU Swasta Sepi BBM, Pertanda Krisis Energi?
Penulis: Enzi Arias
Sumber gambar: rri.co.id