Ada masa di mana cinta bukan lagi tentang tatap muka, melainkan centang biru. Bukan lagi tentang pelukan erat, melainkan reaksi emoji hati. Apakah ini bukti kita makin dekat—atau justru tanda kita semakin jauh?
📱 Cinta yang Tumbuh di Layar
Hari ini, cinta lebih sering menyapa lewat notifikasi ponsel. Kita menunggu getar yang menandakan pesan masuk, seperti dulu menunggu seseorang mengetuk pintu rumah. Hanya saja, ketukan pintu berganti menjadi “ting!” dari layar yang dingin.
🧩 Nyata atau Sekadar Ilusi?
Pelukan nyata jarang, bahkan terasa asing. Tapi kita merasa sudah dekat hanya karena rutin saling mengirim stiker lucu. Padahal, kehangatan layar tak pernah benar-benar menggantikan hangatnya kulit dan dekapan.
💔 Rindu yang Diterjemahkan ke Emoji
Rindu di zaman ini diekspresikan dengan “🥺👉👈” atau sekadar missed call dua detik. Kita menenangkan diri dengan mengira itu cukup. Tapi benarkah cukup? Atau kita hanya menghibur diri bahwa cinta digital bisa sepadan dengan cinta yang hidup di luar jaringan?
✨ Bertemu dengan Cinta yang Nyata
Mungkin kita perlu sesekali mematikan ponsel, lalu bertemu. Duduk bersama, bercerita, atau sekadar diam. Karena pada akhirnya, cinta bukan tentang seberapa sering ia muncul di notifikasi, tapi seberapa nyata ia bertahan di kehidupan sehari-hari.
💡 Rayantara percaya, bahwa setiap cinta punya cara untuk bercerita.
Kalau kamu punya cerita, opini, atau sekadar keresahan tentang cinta di era digital, kirimkan tulisanmu ke Rayantara. Suara kamu pantas dibaca banyak orang.
Penulis: Rifat Ardan Sany
Sumber gambar: Freepik.com