Home / Edukasi / Cerita Jurusan #01: Teknik Informatika — Dari Gaptek ke Problem Solver

Cerita Jurusan #01: Teknik Informatika — Dari Gaptek ke Problem Solver

“Aku dulu gaptek. Tapi justru itu alasan aku masuk Teknik Informatika.” — Imam

Siapa sangka, alasan Imam memilih jurusan Teknik Informatika (TI) bukan karena jago ngoding sejak SMP atau suka ngoprek komputer dari kecil. Sebaliknya, ia merasa kurang tahu soal teknologi, dan justru karena itulah ia memilih masuk ke dunia yang menurutnya tak tergantikan oleh mesin.

“Waktu itu aku mikir, TI ini ke depannya masih luas banget prospeknya, dan aku sendiri gaptek,” ujarnya sambil tertawa, “jadi ya sekalian belajar dari nol.”

Imam adalah alumni Teknik Informatika Universitas Pamulang yang kini bekerja sebagai laboran di laboratorium TI kampus tersebut. Pengalamannya bukan hanya akademik, tapi juga praktik: mengelola perangkat, membantu riset, hingga mengamati transformasi dunia kampus dari balik layar teknologi.


Dari Target Pribadi ke Jalan Serius

“Aku sempat punya mimpi bikin asisten pribadi gitu, kayak Jarvis mungkin ya,” cerita Imam. “Tapi pas tahu itu butuh coding dan logika, malah jadi makin semangat.”

Bagi Imam, TI bukan sekadar soal ngoding. Justru yang paling penting adalah kemampuan berpikir logis dan problem solving. “Logika itu fondasinya. Dari situ baru kita ngerti desain sistem, algoritma, atau coding. Tapi kalau gak terbiasa mikir runtut, ya susah juga.”


Tantangan: Antara Nyaris Menyerah dan Komitmen Diri

Layaknya mahasiswa lain, Imam juga pernah merasa ingin menyerah. Tapi satu hal yang selalu jadi pegangan adalah: ini pilihannya sendiri.

“TI bukan jurusan warisan, bukan juga paksaan. Jadi waktu lelah, aku anggap ini tanggung jawab. Dan alhamdulillah, ternyata keterusan.”


Salah Paham yang Masih Sering Terjadi

Menurut Imam, masyarakat kadang menganggap anak Teknik Informatika bisa semua hal: dari ngoding, nginstal aplikasi, sampai benerin printer. Padahal tidak sesederhana itu.

“Kayak semua anak teknik itu bisa segalanya, padahal beda-beda banget spesialisasinya,” ujarnya sambil tertawa.


Setelah Lulus, Kerja di Mana?

“Gak harus jadi programmer,” tegas Imam. “Bisa juga jadi guru, IT support, data analyst, atau bahkan content creator teknologi. Banyak banget peluangnya.”

Namun begitu, Imam menekankan bahwa dasar teknologi tetap penting — apapun pekerjaan akhirnya nanti.


Buat yang Mau Ambil TI: Siap dengan Alasan

Kalau Imam ketemu anak SMA yang melirik jurusan TI, hal pertama yang ia tanyakan bukan soal nilai atau bakat, tapi: kenapa?

“Aku pasti tanya dulu kenapa tertarik. Dari sana bisa kelihatan apakah dia tahu jurusan ini cocok buat dia atau cuma ikut-ikutan tren.”


TI adalah Game Strategi

Ketika ditanya untuk mengibaratkan Teknik Informatika, Imam menjawab: “Game strategi. Karena di sini kita harus pintar cari cara, memahami aturan, dan bisa berpikir beberapa langkah ke depan.”


Penutup: Suara dari Ruang Praktikum

Kisah Imam adalah satu dari sekian banyak perjalanan anak muda Indonesia yang memilih tumbuh bersama teknologi. Tidak selalu mulus, tidak selalu canggih dari awal, tapi selalu ada proses dan refleksi di dalamnya.

Kalau kamu juga mahasiswa TI, atau baru mau masuk jurusan ini, atau malah sudah alumni — tuliskan ceritamu untuk Rayantara. Kita tidak butuh yang paling jago, tapi yang paling jujur menyuarakan pengalaman.


Rayantara — Media Publikasi Mahasiswa, UMKM, dan Komunitas Kreatif
📝 Kirim artikel, opini, atau refleksimu ke redaksi Rayantara

Klik di sini!

Penulis: Rifat Ardan Sany

Sumber gambar: Freepik.com

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *