Home / Sosial / Premier League Akhiri Kerja Sama dengan Stonewall, Akhiri Era Rainbow Laces

Premier League Akhiri Kerja Sama dengan Stonewall, Akhiri Era Rainbow Laces

rayantara.com – Tangerang Selatan, 9 Agustus 2025 — Premier League mengumumkan bahwa mereka mengakhiri kemitraan dengan organisasi amal LGBTQ+ Stonewall, menandai berakhirnya kampanye Rainbow Laces yang telah berjalan sejak 2017. Kampanye ini sebelumnya menjadi simbol dukungan liga dan para pemain terhadap kesetaraan LGBTQ+ di sepakbola Inggris.

Dilansir BBC Sport, keputusan ini akan diikuti dengan peluncuran kampanye inklusi versi Premier League sendiri pada Februari 2026, bertepatan dengan LGBTQ+ History Month. Meski tak lagi bersama Stonewall, pihak liga menegaskan tetap bekerja sama dengan klub untuk memperkuat pesan anti-diskriminasi, termasuk menyediakan materi edukasi yang sudah ada.

Rainbow Laces pertama kali diluncurkan Stonewall pada 2013 dan didukung oleh semua klub Premier League. Selama kampanye, pemain mengenakan tali sepatu pelangi, kapten memakai ban pelangi, dan pesan kesetaraan digaungkan di stadion. Tujuannya jelas: menginspirasi penerimaan, terutama di kalangan anak muda, dan memperjuangkan keberagaman.

Namun, dalam perjalanannya, kampanye ini tidak lepas dari kontroversi.

  • Sam Morsy (Ipswich) menolak memakai ban kapten pelangi dengan alasan keyakinan agama.
  • Marc Guehi (Crystal Palace) menulis “I ❤️ Jesus” di ban kaptennya.
  • Manchester United membatalkan rencana mengenakan jaket dukungan LGBTQ+ setelah ada pemain yang menolak.

Stonewall menanggapi keputusan ini dengan mengatakan bahwa kampanye mereka memang mengalami evolusi, di mana FA dan Women’s Super League kini mengambil peran besar dalam menjangkau audiens yang lebih beragam.

Sumber gambar: The Guardian

Sementara itu, Premier League memastikan pemain masih akan melakukan aksi taking the knee pada musim 2025/26 sebagai bagian dari kampanye No Room for Racism, namun hanya pada dua kesempatan: selama Black History Month di bulan Oktober.

Sumber: BBC Sport, DailyMail


Analisis Rayantara: Sepakbola, Identitas, dan Politik Budaya

Keputusan ini tidak bisa dilihat sekadar sebagai perubahan partner kampanye. Di baliknya, ada dinamika yang lebih kompleks: benturan antara nilai-nilai keberagaman, keyakinan pribadi, politik budaya, dan strategi branding industri olahraga.

Premier League jelas ingin mempertahankan citra inklusif, tetapi juga berusaha menghindari friksi yang bisa memicu polarisasi publik maupun internal klub. Di sisi lain, tekanan dari kelompok masyarakat yang menolak simbol-simbol tertentu—serta kasus penolakan pemain—menunjukkan bahwa identitas di lapangan hijau bukan lagi netral, tapi menjadi arena negosiasi nilai.

Bagi industri sepakbola yang bernilai miliaran poundsterling, keputusan seperti ini bukan sekadar moral statement, tapi juga perhitungan bisnis: bagaimana mempertahankan pasar global yang beragam tanpa kehilangan dukungan dari basis penonton inti.

Rayantara melihat ini sebagai cermin dari tren global: olahraga kini bukan hanya soal kompetisi, tapi juga pertarungan narasi, simbol, dan siapa yang punya hak mendefinisikan “inklusi” di ruang publik.

Sumber gambar: dailymail.co.uk

Rayantara – Narasi dari Negeri Raya

— oleh Redaksi Rayantara

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *